Keterlanjuran yang sudah dan sedang kita rasakan adalah bagian dari kisah hidup kita. Sebagaimana jejak-jejak hidup kita yang lain, hal ini juga memerlukan sikap yang jelas. Agar keterlanjuran itu menjadi peristiwa yang bermakna. Seorang mukmin harus selalu berusaha untuk menjadikan setiap peristiwa dalam hidupnya dan peristiwa di sekitarnya memancarkan semburan sinar makna yang terang. Untuk bekal dan pelajaran berharga.
Ketika terlanjur kita memutuskan, terlanjur kita memilih, terlanjur kita mengayunkan kaki, terlanjur kita mengulurkan tangan untuk mengambilnya, maka inilah sikap yang harus kita lakukan.
"Bagaimana lagi, semuanya sudah dijelaskan," kata nabi mensikapi keterlnjuran yang dilakukan seorang sahabat.
Sahabat ini menikahi wanita saudara sesusunya yang secara hukum haram dinikahi. Dia tidak tahu kalau wanita itu adalah saudaranya sesusu. Terlanjur dia mencintai, terlanjur sebagai hidup ini telah dihabiskan bersama, terlanjur hatinya berjanji untuk setia selamanya.
Ternyata suatu hari dia dikejutkan oleh kedatangan ibu yang menyusui mereka berdua yang memberitahukan masalah ini. Sahabat yang menyadari beratnya keterlanjuran ini datang pada Rasulullah untuk mengadukan masalah. Dia harus memilih antara berpisah dengan belahan jiwanya atau terus dalam keterlanjuran yang tidak dibenarkan dalam islam. Rasul pun memanggil ibu itu. Kesaksian ibu itulah yang membuat Nabi berkata, "Bagaimana lagi, semuanya sudah dijelaskan." Tidak ada pilihan lain, kecuali harus berpisah. Seberat apapun. Sesulit apapun. karena jika terus melangkah, mereka berada dalam jalan yang berdosa.
Jadi, tidak ada kata terlanjur dalam dosa. Sebagian berdalih kasihan, sebagian berdalih tidak sanggup berpisah, sebagian berdalih agar tidak menyinggung perasaan, akhirnya memutuskan untuk terus berjalan di atas jalan dosa.
Tapi peristiwa sahabat di atas adalah pelajaran bagi kita, agar kita tidak lagi mempertimbangkan makhluk, selama Sang Kholik sudah ridho dengan tekad kita untuk kembali ke jalan kebenaran.
Fudhail bin Iyadh adalah orang yang sangat menyesali keterlajuran masa lalunya yang sangat hitam. Terlajur dia menjadi orang besar di dunia perampokan. Terlajur dia menjadi tokoh yang disegani di dunia hitam. Tetapi kata terlanjur itu dihapus, kita dia menyadari langkahnya salah.
Inilah bagian dari ungkapan hatinya yang paling dalam, " Barang siapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka ketahuilah dia akan berdiri di pengadilan-Nya. Yang berarti harus ada pertanggunjawaban. Maka, hendaklah dia menyadari menyiapkan jawaban dari setiap pertanyaan. Dengan cara menutupi yang telah lalu dan memperbaiki yang tersisa, maka Allah akan mengampuni apa apa yang yang telah berlalu dan apa yang telah tersisa. Jika dia masih dalam kejahatannya, maka dia akan merasakan balasan dosa yang telah berlalu dan yang masih tersisa."
Dapat kita rasakan perasaan dan tekad Fudhail yang tertatah di susuna kata-katanya. Apa yang salah di masa lalu harus diperbaiki. Ini akan menghapus keterlajuran di masa lalu dan memperbaiki waktu yang tersisa. Tidak ada kata terlajur, karena hanya akan membuat masa lalu menjadi beban dosa dan masa depan makin keruh saja.
Setiap kita pasti pernah berosa. Dan tetap saja," sebaik-baik yng berbuat kesalahan adalah mereka yang mau cepat kembali," sabda Nabi. Tidak pernah ada kata terlajur dan terlambat untuk bertaubat. Berhenti total adalah jawaban dan tidak mungkin ditawar. Sebelum kita hancur oleh kata terlajur.
SUMBER : TARBAWI / EDISI 66 / 21 AFUSTUS 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar