BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bagi suatu negara yang menganut sistem demokrasi, pemilu seolah menjadi ajang pembuktian dari terlibatnya masyarakat untuk berpartisipasi dalam hal memilih wakil rakyat mereka. Walau seringkali muncul angka golput, namun sosialisasi mengenai pemilu terus digencarkan, agar masyarakat tergerak untuk menggunakan hak pilihnya.
Pemilihan umum, menurut Dr. Indria Samego, disebut juga dengan “political market”. Artinya, bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih.
Sistem Pemilihan umum di Indonesia sejak pemilu pertama tahun 1955 sampai dengan pemilu yang kesepuluh tahun 2009, Indonesia telah menggunakan (5) macam sistem pemilu, yaitu:
1. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional tidak murni.
2. Pada Pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan Sistem Perwakilan Berimbang dengan Stelsel Daftar.
3. Pada Pemilu ketiga tahun 1977 sampai Pemilu kedelapan tahun 1997, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional.
4. Pada Pemilu ke sembilan tahun 1999, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional berdasarkan Stelsel Daftar.
5. Pada Pemilu ke sepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Perwakilan Proporsional.
6. Pada Pemilu tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak.
7. Pada Pemilu tahun 2009, Indonesia masih menggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak.
Melalui Pilpres yang bersifat langsung, rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Semua warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemililih berhak mengikuti Pilpres dan memberikan suaranya secara langsung.
Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
Sementara itu, Pipres 2009 diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih berkualitas, sistematis, legitimate dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan dan atau perlakuan yang tidak adil dari pihak manapun. Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas, yang menjamin derajat kompetisi yang tinggi, sehat, partisipatif, serta mempunyai derajat keterwakiilan yang tinggi dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, dipandang perlu untuk membentuk undang-undang (UU) tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009 (biasa disingkat Pilpres 2009) diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Dengan adanya aturan yang jelas yang telah disebutkan dalam UU, segala kemungkinan permasalahn yang timbul bisa diatasi dengan baik demi terciptanya pesta demokrasi yang berkeadilan.
1.2. Pembatasan Masalah
Pada makalah ini, kami tidak membahas semua masalah yang berhubungan dengan pemilu 2009, kami membatasi hanya pada masalah-masalah tertentu saja. Hal tersebut dilakukan agar makalah ini tidak menjadi terlalu luas cakupannya, dan bisa fokus pada pembahasan masalah tertentu saja. Adapun masalah yang akan dibahas adalah tentang fenomena Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 serta konflik yang terjadi.
1.3. Rumusan Masalah
Makalah ini berisi tentang apa sajakah fenomena yang mewarnai Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, serta polemik yang terjadi.
1.4. Tujuan
Makalah ini disusun untuk mengetahui proses penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, serta polemik yang timbul pada pesta demokrasi tersebut.
BAB II
PEMILIHAN LANGSUNG PRESIDEN & WAKIL PRESIDEN 2009
(PILPRES 2009)
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009 (biasa disingkat Pilpres 2009) diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada 8 Juli 2009 secara serentak di seluruh Indonesia. Terdapat tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang menjadi peserta pemilihan ini, yaitu Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono – Boediono dan Jusuf Kalla – Wiranto.
2.1. Asas Pemilu
Asas pemilu menurut UU No. 23 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam UU No. 23/2003, asas pemilihan umum meliputi:
a. Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
b. Umum
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
c. Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
d. Rahasia
Artinya rakyat pemilih di jamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).
e. Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
2.2. Peserta
Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009 yang memperoleh minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari jumlah suara sah nasional.
Sebelum masa pemilihan umum dimulai, sejumlah tokoh nasional telah menyatakan untuk ikut mencalonkan atau menerima pencalonan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2009-2014. Tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat (Presiden Indonesia yang sedang menjabat) , Muhammad Yusuf Kalla dari Parta Golkar (Wakil Presiden yang sedang menjabat), Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dari PDIP, Mantan Presiden Abdurrahman Wahid dari PKB, Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung dari Partai Golkar, Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dari PBB, Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng dari jalur independen, dan Hamengkubuwono X dari Partai Golkar (Gubernur Yogyakarta yang sedang menjabat).Pada kenyataannya, sampai dengan batas akhir masa pendaftaran pada 16 Mei 2009, hanya 3 bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendaftarkan keikutsertaannya kepada Komisi Pemilihan Umum Pada 29 Mei 2009, ketiga bakal pasangan calon tersebut kemudian ditetapkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009, dengan nomor urut yang ditetapkan keesokan harinya.
Pada tanggal 29 Mei 2009, KPU mengumumkan jumlah harta kekayaan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009. Berikut adalah jumlah yang diumumkan KPU:
2.3. Kampanye
Kampanye Pilpres 2009 diselenggarakan pada 2 Juni hingga 4 Juli 2009 dalam bentuk rapat umum dan debat calon (sebelumnya dijadwalkan pada 12 Juni hingga 4 Juli 2009). Materi kampanye meliputi visi, misi, dan program pasangan calon.
2.4. Dana kampanye
Berikut adalah saldo awal dana kampanye ketiga pasangan calon peserta Pilpres 2009 yang diumumkan oleh KPU:
- Megawati-Prabowo: Rp15,5 miliar
- SBY-Boediono: Rp20,075 miliar
- JK-Wiranto: Rp10 miliar
2.5. Platform
Berikut adalah platform ketiga pasangan calon peserta Pilpres 2009:
Megawati-Prabowo:
- Menjadwalkan kembali pembayaran utang luar negeri
- Menyelamatkan kekayaan negara untuk menghilangkan kemiskinan
- Melaksanakan ekonomi kerakyatan
- Delapan program desa
- Memperkuat sektor usaha kecil
- Kemandirian energi
- Pendidikan dan kesehatan
- Menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup
SBY-Boediono
- Pembangunan ekonomi
- Pemerintahan yang baik dan good governance
- Memantapkan pilar-pilar demokrasi
- Menegakkan hukum
- Pembangunan lima tahun ini harus lebih enclusif dan berkeadilan
JK-Wiranto
- Pasangan Nusantara
- Nasionalis
- Pro-Pasar
- Berpengalaman di pemerintahan
- Agamis
- Peduli Rakyat Kecil
- Cinta Damai
- Lebih Cepat
- Lebih Baik
- Lebih Tegas
2.6. Visi dan Misi
Berikut adalah visi dan misi masing-masing pasangan calon peserta Pilpres 2009:
Megawati-Prabowo
- Visi: "Gotong royong membangun kembali Indonesia raya yang berdaulat, bermartabat, adil, dan makmur"
- Misi:
- Menegakkan kedaulatan dan kepribadian bangsa yang bermartabat.
- Mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan.
- Menyelenggarakan pemerintahan yang tegas dan efektif.
SBY-Boediono
- Visi: "Terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan"
- Misi:
- Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera.
- Memperkuat pilar-pilar demokrasi.
- Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.
JK-Wiranto
- Visi: "Indonesia yang adil, mandiri, dan bermartabat"
- Misi:
- Tercapainya ekonomi bangsa yang mandiri, berdaya saing, dan berkeadilan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
- Mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa, demokratis dengan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
- Mewujudkan kesejahteraan sosial, ketahanan budaya dan otonomi daerah yang sehat, efisien dan efektif untuk lebih memantapkan integrasi nasional yang lebih menjamin kebhinnekaan.
- Mewujudkan bangsa yang aman, tenteram dan damai dengan penegakan hukum dan hak asasi manusia.
- Mewujudkan Indonesia yang dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain dalam bidang ekonomi dan politik.
2.7. Debat calon
Debat antar calon presiden diselenggarakan sebanyak 3 kali, sedangkan debat antar calon wakil presiden diselenggarakan sebanyak 2 kali. Total alokasi waktu untuk setiap debat adalah 2 jam dengan konten debat 90 menit. Rinciannya, pemaparan visi, misi, dan program/platform calon selama 7 hingga 10 menit, pertanyaan pendalaman oleh moderator dan jawaban calon selama 30 menit, serta pertanyaan dan jawaban antar calon selama 30 menit, serta pernyataan penutup dari masing-masing calon selama 5 menit. Setiap debat diselenggarakan oleh stasiun televisi nasional yang telah ditentukan oleh KPU.
2.8. Rapat umum
Kampanye dalam bentuk rapat umum akan berlangsung selama 24 hari dalam 3 putaran, mulai dari 11 Juni hingga 4 Juli 2009. Pada setiap putaran, setiap pasangan calon akan mendapatkan jatah 8 kali di setiap provinsi. Kampanye Pilpres 2009 diselenggarakan pada 2 Juni hingga 4 Juli 2009 dalam bentuk rapat umum dan debat calon (sebelumnya dijadwalkan pada 12 Juni hingga 4 Juli 2009 ). Materi kampanye meliputi visi, misi, dan program pasangan calon. Kampanye dalam bentuk rapat umum berlangsung selama 24 hari dalam 3 putaran, mulai dari 11 Juni hingga 4 Juli 2009. Pada setiap putaran, setiap pasangan calon mendapatkan jatah 8 kali rapat umum di setiap provinsi.
2.9. Survei
2.10. Ketentuan
Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah Propinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada pasangan calon yang perolehan suaranya memenuhi persyaratan tersebut, 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali dalam pemilihan umum (putaran kedua). Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
Rekapitulasi hasil
Pada 25 April 2009, KPU menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009 yang telah diselenggarakan pada 22 – 23 Juli 2009. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut adalah sebagai berikut.
No. | Pasangan calon | Jumlah suara | Persentase suara |
1 | Megawati-Prabowo | 32.548.105 | 26,79% |
2 | SBY-Boediono | 73.874.562 | 60,80% |
3 | JK-Wiranto | 15.081.814 | 12,41% |
Jumlah | 121.504.481 | 100,00% |
Statistik:
- Jumlah suara sah: 121.504.481
- Jumlah suara tidak sah: 6.479.174
- Jumlah suara: 127.983.655
2.11. Sengketa
Pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor 108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. Isi keberatan yang diajukan kedua pasangan antara lain sebagai berikut:
- Kekacauan masalah penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
- Regrouping dan/atau pengurangan jumlah TPS
- Adanya kerjasama atau bantuan IFES
- Adanya spanduk buatan KPU mengenai tata cara pencontrengan
- Beredarnya formulir ilegal model “C-1 PPWP”
- Adanya berbagai pelanggaran administratif maupun pidana
- Adanya penambahan perolehan suara SBY-Boediono serta pengurangan suara Mega-Prabowo dan JK-Wiranto
KPU berikut KPUD seluruh Indonesia menjadi termohon dan Bawaslu serta pasangan SBY-Boediono menjadi pihak terkait. Sidang kedua perkara ini digabungkan oleh MK karena melihat adanya kesamaan pokok perkara. Persidangan terbuka dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 4 Agustus 2009 (pemeriksaan perkara, 5 Agustus 2009 (mendengar keterangan termohon, pihak terkait, keterangan saksi, dan pembuktian, dan 6-7 Agustus 2009 (pembuktian. Pada tanggal 12 Agustus 2009, majelis hakim konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion..
2.12. Penetapan
Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pada 18 Agustus 2009, KPU menetapkan SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2009-2014. Penetapan ini kemudian diikuti dengan ucapan selamat dari para calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009 lainnya. Dalam pidato penerimaannya, SBY mengatakan bahwa Megawati, Prabowo, JK, dan Wiranto sebagai putra-putri terbaik bangsa yang telah memberikan yang terbaik kepada demokrasi di Indonesia dan mengharapkan pengabdian mereka tidak akan mengenal batas akhir dan akan terus berlanjut.
BAB III
POLEMIK PILPRES 2009
3.1. Polemik Dalam Proses Pembentukan UU Pemilu 2009
Persiapan pemilihan umum (pemilu) tahun 2009 bisa jadi tidak sebaik Pemilu 2004. Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) membuat perbandingan persiapan kedua pemilu itu. Misalnya saja, ketentuan mengenai pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen disahkan 3 tahun 10 bulan menjelang Pemilu 2004. Sementara untuk Pemilu 2009, baru sebatas draf RUU Penyelenggara Pemilu. Itu pun belum dibahas oleh pemerintah dan DPR. Diperkirakan aturan yang akan dipakai untuk menyusun anggota KPU yang baru itu akan selesai akhir tahun 2006 atau 2 tahun 4 bulan menjelang Pemilu 2009. Ujungnya, KPU baru diperkirakan terbentuk April 2007 atau dua tahun sebelum pemilu. Bandingkan dengan Pemilu 2004, di mana KPU terbentuk pada 24 April 2001 atau tiga tahun sebelum Pemilu 2004. Saat itu banyak masalah yang dihadapi KPU terutama dalam pengadaan logistik pemilu. Masalah itu berujung pada dibuinya empat anggota KPU.
3.2. Polemik tentang calon independent
Bergulirnya wacana calon independent, meskipun bukan hal yang sama sekali baru seolah menemukan momentumnya saat pelaksanaan tahap pencalonan pasangan cagub-cawagub Pilkada DKI Jakarta belum lama berselang. Dibandingkan dengan pemilihan presiden, secara implisit UUD 1945 memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk menjadi calon kepala daerah. Kesempatan itu dapat dibaca dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang tidak mengharuskan calon kepala daerah berasal dari partai politik.
Dalam konstitusi, memang disebutkan calon presiden masih harus berasal dari partai politik atau gabungan partai politik. Tetapi untuk kepala daerah tidak ada pembatasan. Tidak adanya aturan dukungan partai bagi calon kepala daerah ini, sebenarnya dapat membuka jalan bagi munculnya pasangan calon independen diPilkada.
Yang dimaksud dengan calon independen bukanlah soal latar belakang seorang calon (yang non-afiliasi parpol), melainkan jalur yang dipergunakannya untuk mengikuti kompetisi politik memperebutkan jabatan publik. Artinya, calon (baik kepala daerah maupun presiden) yang maju secara perorangan untuk mengikuti pemilihan tanpa melalui pencalonan oleh partai politik. Jadi calon yang melaju melalui parpol, dengan sendirinya bukanlah calon independen.
Akhirnya, semua wacana tentang calon independen dalam Pemilu 2009 mendatang dengan segala kemungkinannya, akan bergantung pada bagaimana mendorong wacana calon independen ini sebagai visi yang melandasi nilai-nilai kehidupan demokrasi bangsa Indonesia, dapat menjadi sebuah kebutuhan bersama bagi masyarakat Indonesia.
3.3.Polemik tentang syarat calon presiden dan wakil presiden
Jenjang pendidikan presiden harus S1
Seperti diprediksi sebelumnya, usulan pemerintah melalui menteri dalam negeri bahwa calon presiden dalam Pemilu 2009 minimal berijazah S1 dan pasangan capres dan cawapres hanya bisa diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh 15% kursi legislatif atau 20% suara dalam pemilu legislatif.
Usulan yang pertama kontan menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari kalangan politikus, tapi juga akademisi.
Pencalonan presiden bagi mantan narapidana.
Pemerintah tetap menolak usul mantan narapidana (napi) bisa menjadi calon presiden. Alasannya, mereka ingin mendapatkan orang-orang yang bersih dan bukan orang residivis.
Tapi dari beberapa pihak pencalonan presiden tidak ada pembedaan perlakuan pada pejabat Negara. Seperti halnya usulam dari Fraksi Partai Golkar mengusulkan orang yang pernah terkait kasus pidana boleh menjadi calon legislatif pada Pemilu 2009.Sebab, orang yang telah menjalani pidana telah pulih pula hak politiknya.
Polemik tentang hak pilih TNI
Polemik seputar boleh atau tidaknya TNI menggunakan hak pilihnya pada pemilu tahun 2009 terus bergerak liar. Para pengamat politik maupun pejabat negara baik sipil maupun militer masing-masing memberikan argumentasinya untuk mendukung maupun menentang gagasan yang digulirkan mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto yang menyatakan TNI sudah dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu tahun 2009.
3.4. Iklan ‘Pilpres Satu putaran Saja”
Sebagai bagian dari dukungan kepada SBY-Boediono, Denny J.A., Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Lembaga Studi Demokrasi (LSD), mengumumkan memimpin gerakan "Pilpres Satu Putaran Saja". Hal ini memicu protes dari kedua pasangan calon pesaing yang selama ini mengharapkan pilpres dapat berlangsung dalam dua putaran agar dapat mengalahkan SBY-Boediono yang dalam berbagai hasil survei hampir selalu memperoleh dukungan di atas 50%. Meresponnya, JK menyatakan bahwa ia optimis JK-Wiranto juga punya peluang untuk menang dalam satu putaran, sementara Prabowo mengatakan bahwa pilpres satu putaran boleh saja dilakukan asalkan dilaksanakan secara demokratis. Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiya yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada JK-Wiranto, mengatakan bahwa ia kecewa pada tim kampanye capres tertentu yang menyerukan pilpres satu putaran, apalagi ada salah satu lembaga survei mendukung wacana tersebut. Ia juga mewanti-wanti agar jangan sampai ada orang KPU yang ikut menyuarakan hal tersebut, apalagi dengan alasan dana. Dalam debat capres putaran terakhir pada tanggal 2 Juli 2009, JK menanyakan kepada SBY mengenai keberadaan iklan-iklan kampanye pilpres satu putaran yang dianggapnya sebagai tidak demokratis. SBY membalas dengan menyatakan bahwa iklan-iklan pilpres satu putaran bukan merupakan iklan resmi yang dikeluarkan oleh tim kampanyenya, sehingga JK pun kembali mempertanyakan legalitas dari iklan-iklan kampanye tersebut.
Denny J.A. sendiri membenarkan bahwa iklan tersebut bukan merupakan bagian dari iklan resmi tim kampanye SBY, tetapi ia menolak untuk dikatakan sebagai iklan kampanye ilegal karena menurutnya masih merupakan hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapatnya meskipun dilaksanakan pada saat masa kampanye pilpres. Sementara Syamsudun Haris, pengamat politik LIPI berpendapat (dan demikian pula bila menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres) bahwa Kampanye "Pilpres Satu Putaran Saja" akan menjadi kampanye ilegal karena adanya pernyataan resmi dari SBY karena dalam setiap material kampanye pilpres harus terlebih dahulu disetujui oleh para kandidat karena adanya kepentingan mereka, sehingga setiap material kampanye tanpa persetujuan kandidat dapat disebut sebagai kampanye ilegal. Megawati sendiri mendukung pendapat tersebut dan menyayangkan sikap SBY yang tidak segera menarik iklannya.
3.5 Adanya Kampanye Gelap
Sebuah kampanye gelap atau kampanye hitam berawal pada kampanye JK-Wiranto di Sumatera Utara (telah dibantah oleh Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto sebagai bukan bagian dari kampanyenya serta mengatakan berasal dari pihak pendukung kandidat lain ) beredar selebaran yang berisi fotokopi wawancara dengan Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI) Habib Husein Al Habsyi pada Tabloid Monitor dalam rangkaian artikel antara lain Apa PKS Tidak Tahu Istri Boediono Katolik ? hal ini dibantah pula oleh pihak PKS dengan mengatakan bahwa Boediono dan Herawati adalah murid ngaji dari salah satu kader PKS yang kemudian malahan beredar secara luas di masyarakat bahkan selebaran kampanye gelap ini menyebar hampir sampai disemua pelosok Sumenep, Madura dan menurut Ketua DPD PKS Kabupaten Sumenep, Moh Readi bahwa "selebaran yang isinya mengkafirkan seseorang sangat tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebab, yang mengkafirkan orang berarti yang bersangkutan yang tergolong orang-orang kafir."
Hal ini pun kemudian menjadi polemik antara Rizal Mallarangeng, sebagai bagian dari Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, dengan Jusuf Kalla. membuat KPU kembali meminta kepada para peserta pemilu berikut para pendukungnya agar seharusnya kampanye dimanfaatkan oleh pasangan para calon presiden dan wakil presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerja bukannya menjadi melakukan politisasi agama atau memecah belah bangsa dengan masalah sara. sehubung sering adanya isu-isu yang melanda para istri pasangan para calon presiden dan wakil presiden, ketua MPR Hidayat Nurwahid ikut mengatakan "Kita Mau Pilih Capres-Cawapres atau Istrinya ?" kemudian ditambahkan bahwa "mengapa tidak sekalian anak capres-cawapres saja yang dijadikan isu, kita jangan mengembangkan isu (hanya, red) di lingkungan istri. bagaimana kalau dikembangkan (sampai, red) anak-anaknya, capres mana yang anaknya berjilbab ? Jawabannya adalah tidak ada (yang berjilbab, red)".
3.6 Polemik Survei
Survei yang pada umumnya dipergunakan untuk keperluan penelitian kampanye pilpres 2009 mendapat tuduhan digunakan sebagai alat kampanye agar terjadi pilpres satu putaran bahkan pada tanggal 11 Juni 2009 anggota KPU I Gusti Putu Artha mengatakan bahwa "Ruang publik kacau, terjadi informasi yang beda luar biasa" (KPU Sayangkan Kekisruhan Hasil Survei) dan Johan O Silalahi mengatakan bahwa "Kalau Pilpres berlangsung satu putaran saya berani menutup lembaga saya. Tapi kalau nanti Pilpresnya dua putaran mereka juga (LSI) harus berani menutup lembaga mereka" Publikasi hasil survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga memicu kontroversi. Survei yang umumnya digunakan untuk keperluan penelitian, dalam Pilpres 2009 diindikasikan digunakan sebagai alat kampanye
3.7 Polemik Tentang Anggaran Pemilu
Polemik di masyarakat yang sempat mencuat seputar membengkaknya anggaran Pemilu 2009 yang diajukan KPU sebesar Rp 49 trilyun memaksa pemerintah merevisi dengan memangkas sejumlah pos pengeluaran. Jika dibanding dengan anggaran Pemilu 2004 yang menelan biaya mencapai sekitar Rp 7 trilyun, jumlah tersebut terasa amat jomplang. Untuk itu, pemerintah bersama KPU sedang menyiapkan aturan pemilu menyangkut penggunaan KTP sebagai pengganti kartu pemilih. Langkah ini untuk menekan pembengkakan anggaran pemilu yang dinilai selangit. Namun, pemerintah diminta berhati-hati agar pemangkasan pos anggaran pemilu jangan membuat kualitas pemilu menjadi buruk.
3.8 Pendahuluan Start Kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
BAB IV
SOLUSI POLEMIK PILPRES 2009
UNTUK MASA YANG AKAN DATANG
4.1. Manajemen Konflik Pemilu
Bangsa kita sekarang ini sedang mengalami yang namanya euforia demokrasi, kita terlalu senang dengan keadaan atau suasana demokrasi sehingga kita mabuk demokrasi. Sehingga pengendalianya menjadi sulit dilakukan. Pemaksaan kehendak dianggap sebagai suatu yang wajar. Sebagai contoh, contoh ini tidak baik dan tidak perlu ditiru, ada seseorang datang ke Panwas. Mereka menyampaikan protes kemudian minta dari Panwas untuk mendengar. Panwas mendengar namun pada saat Panwas memberi penjelasan dan ingin menanggapi, tidak diperbolehkan oleh mereka. Mereka ingin kami hanya mendengar. Mereka seakan mabuk demokrasi, mereka menuntut akses panwas untuk berbicara. Ini adalah sebuah contoh euforia demokrasi yang akan menimbulkan klonflik di masyarakat. Kepentingan politik merupakan suatu yang wajar dalam demokrasi, tapi tanpa kemampuan manajemen konflik maka konflik politik itu dapat mendorong terjadinya krisis di lingkungannya.
Manajemen konflik merupakan salah satu syarat demokrasi untuk mencegah akses demokrasi itu sendiri. Konflik menjadi pendorong disintegrasi bangsa, keresahan masyarakat dan kecemasan yang berlarut-larut, maka perlu kita memanage konflik. Apa sebabnya ? konflik itu adalah suatu materi politik, faktor universal language of konflict, artinya konflik itu adalah bahasa universal dari konflik. Politik itu penuh konflik, sebaliknya konflik itu merupakan bahasa yang umum di politik, politik itu bahasa universal dari konflik. Bila kita bicara masalah konflik tentang urusan politik itu adalah hal yang wajar. Jangan kita heran kalau kita melihat, mendengar dan merasakan bahwa konflik seseorang merupakan suatu menu utama ditengah masyarakat kita, apalagi didalam euforia demokrasi. Jadi jangan kaget kenapa banyak konflik. Sebuah pendapat dalam buku Public Opinion an American Demokration, permainan politik berbeda dengan permainan kelereng. Permainan kelereng tanpa resiko, sedangkan permainan politik penuh resiko. Resikonya adalah antara lain, konsentrasi dalam mempertaruhkan kepentingan warga negara, kepentingan bangsa, kepentingan negara, baik sekarang maupun mendatang.
Dilapangan juga menunjukkan tidak sedikit konflik politik yang bermuara dari mempertahankan dan memperkuat wilayah kepentingan pribadi. Sebenarnya kepentingan bangsa lebih utamakan daripada kepentingan kelompok atau individu. Hal itu terjadi tidak lama saat tindakan represif dari orde baru pada rakyat dan sekarang rakyat berbalik melawan, maka dari itu kita perlu menguasai manajemen konflik.
Salah kalau kita tidak menguasai manajemen konflik, karena akan terjadi hegemoni negara. Siapapun presidennya dari partai yang menang harus kita terima. Dalam 32 tahun hegemoni negara terjadi disemua sektor kehidupan kita. Apa sebab pemilu kita kali ini jujur dan lancar, relatif adil meskipun tidak kita katakan lebih jurdil dari pemilu lalu, karena kalau kita katakan lebih jurdil, berarti pemilu yang lalu dapat dikatakan jurdil. Sekarang kita lebih mengatakan aman. Hal ini tidak hanya pendapat dari Panwas, tetapi juga berasal dari pemantau luar negeri. Mereka mengatakan pemilu kali ini jauh lebih baik. Ini pengakuan dunia, meski masih ada kekurangan kita sebagai manusia.
Di dunia ini ada konflik yang perlu dimanajemen. Kapan mulai ada konflik? Konflik akan ada sampai akhir dunia. Apa penyebabnya? Bila kita melihat secara ilmiah, yaitu dari filsafatnya . Karena filsafat itu induk dari semua ilmu pengetahuan, kemudian baru munul fakta yang kemudian disebut mataematika disusul ilmu sosial, sejarah. Tapi haruskah ada konflik? Tidak, hidup bersama dengan orang lain menanggung hak dan kewajiban bersama-sama maka muncullah ilmu sosiologi.
Konflik itu ada sejak jaman dahulu. Untuk menghilangkan sama sekal tidaklah mungkin paling tidak kita minimalisasi adanya konflik itu.Bangsa indonesia yang kemungknan ideologinya sama saja, tetap bisa timbul konflik. Di tubuh PDI Perjuangan pun boleh timbul konflik, begitu pula Golkar. Itu nanti akan timbul faksi faksi, anggap saja itu hal yang wajar.
Pandangan kita bisa berubah untuk kepentingan negara/ kelompok atau individu. Itupun dapat muncul konflik. Tanah negara dikelola oleh negara. Semua sumber alam dimiliki negara. BUMN itu sebaiknya dijual ke swasta. Ini akan mengarah pada kapitalisme bila tidak segera diperbaiki. Hal ini adalah sebuah politik. Memang politik itu ibarat seni yaitu seni bagaimana mengatur negara. Jadi sebenarnya politik itu tidak kotor. Kepentinganlah yang mengotorinya, sebagai contoh, Dulu hanya ada 3 partai, sekarang 48 partai setalah diseleksi.Itu untuk kepentingan kelompok. Disini kelihatan sekali, dan ini akan menguntungkan kelompok –kelompok tadi. Kriteria yang dimunculkan buntut nya untuk kepentingan kelompok.
Bila semuanya tidak dapat dipersatukan kita kembalikan pada ajaran masing-masing. Seperti pada ajaran agama. Semuanya bersumber pada firman Illahi. Tetapi tetap terjadi konflik, Itu bisa dipastikan manusianya. Untuk memperbaikinya harus berunding dan mengadakan konsensus musyawarah untuk mencapai mufakat. Seperti setelah pemilu yang kalah harus menerima dan mempersiapkan untuk lima tahun mendatang.
Ajaran kita Pancasila, Sri Paus dan Raja Saudi Arabia sangat tercengang, kenapa dibumipertiwi ini bisa ditemukan Pancasila yang bisa mempererat suku bangsa dan hidup rukun dan hormat menghormati.
Yang terakhir kontrol, kontrol diperlukan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dari dalam terdapat 3 kontrol yang harus dijalankan. Sampai hari ini masih lemah. Kontrol keuangan, kontrol teknis, dan kontrol policy. Yang terhebat kontrol policy dari media massa akhir akhir ini juga dari perguruan tinggi. Kontrol keuangan yang membuat negara kita berantakan yang sampai hari ini belum ditangani secara baik. Semuanya punya imunitas/hak dilindungi dalam mengontrol keuangan. Hal itu ada Undang- Undangnya.
Maka sebenarnya harus ada sendiri lembaga kontrol teknis, keuangan, policy. Kalau ini dibenahi dipastikan dinegara kita tidak timbul KKN. Seperti menyimak pada pasal 33 & 34 yang mengungkapkan kemakmuran rakyat banyaklah yang harus diutamakan. Seringkali pihak perbankan membedakan pengajuan kredit pemgusaha besar atau konglomerat dengan pengusaha kecil. Sebetulnya ada sistem perpajakan yang progresif yang bisa mengangkat derajat kaum miskin ini. Hanya belum berjalan sesuai dengan fungsinya. Kaum miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Seperti bunyi pasal 34 UUD45 namun belum dijabarkan. Ini masih diserahkan pada yayasan swasta, yayasan keagamaan. Padahal yamng berkewajiban adalah negara / eksekutif pemerintah.
Demikian hal hal yang untuk menekan terjadinya konflik SARA di negara Indonesia ini. Semoga gambaran ini dapat memberi wawasan lebih lanjut, kita semua harus mempunyai andil dalam membangun bangsa dan negara. Tidak bisa dihalang-halangi. Pemerintah yang kuat adalah pemerintah yang mengakomodir dari segala kekuatan.
4.2. Solusi Pilpres untuk Masa Yang akan Datang
Sistem pemilihan dapat dimanipulasi melalui berbagai peraturan yang tidak demokratis dalam tingkat pelaksanaannya. Akibatnya, pemilu yang oleh banyak kalangan dinilai sebagai tolok ukur demokrasi, dalam banyak hal tidak bisa menjadi parameter yang akurat, khususnya di beberapa negara dunia ketiga. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bagaimana sebenarnya kerangka kerja masing-masing sistem pemilihan dan perlu diperhatikan juga apa implikasi masing-masing sistem pemilihan tersebut bagi kehidupan politik di suatu negara.
Sistem pemilihan berpengaruh pada bentuk dan tingkat partisipasi politik warga. Ada kecenderungan, negara-negara yang menerapkan sistem pendaftaran pemilihan secara aktif (pemilih mendaftarkan diri ke panitia pemilihan) menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politik dalam pemilu.
Sistem pemilihan adalah elemen demokrasi yang lebih mudah untuk di manipulasikan dibandingkan dengan elemen demokrasi lainnya. Oleh karena itu, jika seseorang bermaksud mengubah tampilan atau wajah demokrasi disuatu negara, hal itu dapat dilakukan dengan mudah melalui perubahan sistem pemilihannya.
Sudah kita ketahui bersama pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2009 2009 kurang memuaskan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan mulai dari pendataan calon pemilih, pelaksanaan kampanye, pelaksaaan pemungutan suara, pelaksanaan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil perolehan suara partai dan calon legislatif. Dengan adanya kesalahan tersebut mengakibatkan munculnya prasangka-prasangka yang buruk terhadap KPU dan Pemerintah.
Bentuk format dari DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 yang disusun berdasarkan urutan usia pemilih sebetulnya tujuannya baik bagi KPU untuk mengetahui usia pemilih yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih, tapi bagi KPPS malah bisa mempersulit dalam menulis dan mempersulit mengedarkan surat pemberitahuan pemilih pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, karena satu keluarga tidak kumpul atau tidak urut, sehingga memperlambat kerja KPPS. Seharusnya KPU membuat print out DPT dua jenis yaitu DPT menurut usia pemilih sebagai alat mengecek usia pemilih untuk diarsip oleh KPU dan DPT menurut tempat tinggal pemilih yang diberikan kepada KPPS.
Dengan lambannya proses rekapitulasi hasil Pemilu Caleg 2009 mengakibatkan KPU lamban dalam mengkoordinasi dan memberikan informasi kepada PPK dan PPS tentang persiapan penyusunan DPS Pemilu Pilpres 2009, karena kerja KPU terfokus pada proses rekapitulasi hasil Pemilu Caleg 2009 dan lalai dengan persiapan Pemilu Pilpres 2009. Juga masih kurang pro aktifnya PPK atau PPS untuk mencari informasi pelaksanaan Pemilu Pilpres 2009 melalui internet. Sehingga masih banyak yang kurang mengetahui jadwal pendaftaran pemilih pilpres 2009, jadwal penyusunan DPS dan jadwal penetapan DPS menjadi DPT.
Untuk memastikan DPT Pemilu Pilpres 2009 sudah benar, dalam proses penyusunannya PPDP saat mendata DPS supaya mau turun langsung ke warga dan bekerjasama dengan ketua RT setempat. Setelah DPS tersusun PPS mengirim print out dan soft copy DPS kepada KPU, setelah itu KPU mencetak DPS dan dikirimkan kembali kepada PPS untuk dicek ulang oleh PPS untuk direvisi jika ada kesalahan kemudian jika sudah benar dikirim kembali kepada KPU untuk ditetapkan menjadi DPT.
Memang hal ini memerlukan waktu yang lama dan bisa merubah jadwal pelaksanaan pemilu calon presiden 2009. Untuk itu tidak perlu dipaksakan pelaksanaan Pemilu Capres 2009 pada tanggal 8 Juli 2009, jika memang KPU belum siap melaksanakan tanggal tersebut karena molornya rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilcaleg 2009, dari pada pelaksanaan Pemilu Capres 2009 tidak lancar dan tidak sukses.
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
- Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilpres ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi teladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
- Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
- Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
- Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Penutup
Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan Pilpres 2009 ini masih ditemui berbagai macam permasalahan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru yang ke dua kali dalam menyelenggaran pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.
Permasalahan yg timbul lebih banyak karena ketidaksiapan KPU dalam melaksanakan pemilu serta SDM yang kurang kompetensinya, sehingga tidak mampu mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan yg begitu banyak. Maka, agar pemilihan umum dapat berjalan lancar dan tertib, harus di dukung oleh semua pihak, baik pihak penyelenggara yaitu Komisi Pemilihan Umum sendiri, calon – calon yang akan dipilih, dan warga yang sudah mempunyai hak pilih dalam pemilu. Semua unsur tersebut harus dapat membentuk suatu kesatuan yang saling berhubungan. Juga mengetahui aturan – aturan dalam pemilu dan mampu menerapkannya dalam pelaksanaan pemilu tersebut.
Semoga dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia ke depan, jauh lebih baik dari sebelumnya. Serta angka golput dapat ditekan dengan memberi keyakinan pada masyarakat terhadap calon-calon wakil rakyat. Semoga pula dengan adanya pemilu, masyarakat dapat bersikap lebih kritis dalam menggunakan hak suara mereka.
4.2. Saran
Usul dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan makalah ini adalah :
1. Kita sebagai bangsa yang berdemokrasi harus menghargai segala pendapat yang ini, hal ini bertujuan agar tidak terjadi segala konflik yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Dalam pemilihan presiden pasti ada yang kalah atau menang, oleh karena itu diperlukan sikap berbesar hati baik itu bagi calon terpilih ataupun tidak.
3. Pilpres merupakan saran masyarakat dalam menetukan pemimpin yang benar-benar dikehendaki oleh seluruh masyarakat, oleh karena itu dibutuhkan partisipasi seluruh masyarakat dalam menyukseskan pesta demokrasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Azed, Abdul Bari. 2005. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Abraham Panumbangan (mahasiswa fisipol UMY).Masih perlu waktu. www.kr.co.id edisi Jum’at, 15 Juli 2005
Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.
Sumber Lain :