http://news.okezone.com/read/2011/12/22/337/545669/ibu-ini-rela-jadi-tukang-parkir-loper-koran-demi-5-anaknya
Fiddy Anggriawan - Okezone
Kamis, 22 Desember 2011 08:01 wi
JAKARTA - Menjelang hari Ibu, ternyata masih ada sosok ibu yang berjuang keras demi menghidupi anak-anaknya. Adalah Suryati (50) yang memiliki keseharian sebagai penjual koran dan penjaga parkir di daerah Bangka, Jakarta Selatan. Dia adalah sosok wanita tangguh dan penuh kasih sayang. Hal itu karena dia rela melakukan pekerjaan kasar diusianya yang tidak muda lagi. Kendati demikian wanita paruh baya ini tetap kuat dan tegar.
Sejak 1976, Yati sapaan akrabnya, pertama kali hijrah dari kampung halamannya di Semarang ke Jakarta. Ketika itu dia dan suami membawa anak pertamanya yang sudah meninggal dunia. Puji Hartiningsih, buah hati pertama Yati yang meninggal dunia ketika baru berusia 8 tahun karena sakit. Ketika itu, hidup Yati dan suami hidup sangat kesulitan, bahkan untuk makan harus menumpang pada saudara.
"Saat itu saya baru memiliki anak pertama dan dia kini telah tiada. Saat itu saya sangat mengenang Puji ketika berjualan koran pertama kali. Saya menggendongnya untuk berkeliling jualan sampai suatu ketika saat usia Puji 8 tahun, terserang sakit yang merenggut nyawanya. Saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa sampai harus merelakan semuanya meski berat," jelasnya ketika ditemui okezone," Rabu (21/12/2011).
Yati menuturkan, masa-masa sulit dihadapinya pada 1976 hingga 1980-an, sampai akhirnya dia dan suami memutuskan pindah ke daerah Bangka, Jakarta Selatan dan membuka lapak berjualan koran. Selain mengambil koran pada pagi hari, dirinya juga harus berjualan dan mengirim koran-koran tersebut kepada para pelanggannya. Pekerjaan tersebut dibantu oleh anak kedua dan ketiganya.
Kendati pekerjaan Yati sebagai penjual koran, dan suami sebagai buruh bangunan, Yati bersyukur memiliki anak yang rajin dan tidak malu dengan profesi kedua orangtuanya tersebut.
"Mereka tidak pernah malu mengetahui saya jadi tukang koran dan ayahnya jadi buruh bangunan. Justru mereka semua membantu tugas saya jika bisa," tutur ibu tujuh anak ini.
Sejak pindah ke Bangka pada 1980, kehidupan Yati dan keluarga mulai membaik. Usaha dengan berjualan koran pun mulai terlihat hasilnya. Dia berhasil menikahkan kedua anaknya yaitu Isanto dan Setianto. Namun, ujian kembali menghampiri Yati, putera ketiganya Heri Rusdianto, yang saat itu berusia 26 tahun meninggal dunia akibat infeksi saluran pernapasan. Saat itu Yati mengaku habis-habisan membiayai pengobatannya. Hal itu karena Heri harus dioperasi, hingga rumah di Semarang dijual demi mengobati putranya. Menjual rumah pun masih kurang untuk membiaya operasi dan perawatannya hingga akhirnya Yati pun berhutang.
"Saat itu anak ketiga saya meninggal dunia karena infeksi saluran pernapasan, itu pun sudah dioperasi, banyak biaya yang saya habiskan untuk mengobatinya. Saat itu saya sangat berharap dia sembuh karena saya sangat menyayangi anak-anak tapi Allah berkehendak lain," kenangnya sambil menangis.
Kini Yati masih harus menghidupi tiga orang anaknya yakni Multiyanto (22) anak kelimanya, Didi Hariyanto (18) anak keenam yang saat ini duduk di bangku SMA kelas XI dan si bungsu, Agus Sugiarto (13) yang duduk di kelas 2 SMP. Namun saat ini Multiyanto sudah bekerja dan bisa membantunya membiayai kehidupan adiknya, walau masih tinggal satu rumah dengannya.
"Saya masih akan tetap berjualan karena masih membiayai dua anak saya yang masih SMP dan SMA. Saya tidak ingin merepotkan anak-anak saya yang sudah menikah dan bekerja. Meski terkadang mereka kerap membantu keuangan keluarga," cetusnya.
Sekarang kehidupan Yati dan keluarga sudah sedikit membaik, meski masih tinggal di rumah kontrakan. Baru-baru ini musibah baru saja menimpanya. Yati yang memutuskan membeli sebuah sepeda motor dengan cara kredit, dengan tujuan membantu mengambil dan mengirim koran lebih cepat justru dirampas orang ketika anaknya yang ke enam, Didik tengah mengantar koran.
"Ya sebenarnya saya masih kepikiran, soalnya baru-baru ini baru saja kehilangan motor yang dibawa oleh anak saya saat itu. Dia padahal mau mengantar koran namun naas sekali, dia dirampok ditengah jalan. Saya hanya bisa berkata sabar karena semua yang sudah hilang mustahil kembali," tuturnya dengan lirih.
Namun Yati bersyukur peristiwa perampasan motor tersebut tidak sampai merenggut nyawa anankya. Bagi ibu bercucu satu ini, keselamatan anaknya menjadi sesuatu yang sangat berharga.
"Kini saya sudah cukup bahagia meski kini kehidupan saya masih sangat minim. Sehari saja keuntungan berjualan koran dan menjaga lahan parkir hanya Rp50 ribu. Tapi melihat anak-anak sehat dan hidup bahagian, sudah cukup buat saya. Pengennya semua anak laki-laki saya bisa sukses bekerja dan mapan sehingga bisa membanggakan saya, itu sudah cukup berarti untuk saya," akunya penuh kasih sayang.
Yati mengatakan sosok ibu dimana pun pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak dan suaminya. Hal itu dilakukan demi keluarganya baghagia.
"Satu hal yang ingin saya sampaikan kepada anak-anak saya dan semua anak di Indonesia, seorang ibu pasti akan melakukan apapun untuk membantu suami dan membuat anaknya bisa sekolah, serta bahagia," ucapnya dengan bangga. (sus)
(ahm)
Sejak 1976, Yati sapaan akrabnya, pertama kali hijrah dari kampung halamannya di Semarang ke Jakarta. Ketika itu dia dan suami membawa anak pertamanya yang sudah meninggal dunia. Puji Hartiningsih, buah hati pertama Yati yang meninggal dunia ketika baru berusia 8 tahun karena sakit. Ketika itu, hidup Yati dan suami hidup sangat kesulitan, bahkan untuk makan harus menumpang pada saudara.
"Saat itu saya baru memiliki anak pertama dan dia kini telah tiada. Saat itu saya sangat mengenang Puji ketika berjualan koran pertama kali. Saya menggendongnya untuk berkeliling jualan sampai suatu ketika saat usia Puji 8 tahun, terserang sakit yang merenggut nyawanya. Saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa sampai harus merelakan semuanya meski berat," jelasnya ketika ditemui okezone," Rabu (21/12/2011).
Yati menuturkan, masa-masa sulit dihadapinya pada 1976 hingga 1980-an, sampai akhirnya dia dan suami memutuskan pindah ke daerah Bangka, Jakarta Selatan dan membuka lapak berjualan koran. Selain mengambil koran pada pagi hari, dirinya juga harus berjualan dan mengirim koran-koran tersebut kepada para pelanggannya. Pekerjaan tersebut dibantu oleh anak kedua dan ketiganya.
Kendati pekerjaan Yati sebagai penjual koran, dan suami sebagai buruh bangunan, Yati bersyukur memiliki anak yang rajin dan tidak malu dengan profesi kedua orangtuanya tersebut.
"Mereka tidak pernah malu mengetahui saya jadi tukang koran dan ayahnya jadi buruh bangunan. Justru mereka semua membantu tugas saya jika bisa," tutur ibu tujuh anak ini.
Sejak pindah ke Bangka pada 1980, kehidupan Yati dan keluarga mulai membaik. Usaha dengan berjualan koran pun mulai terlihat hasilnya. Dia berhasil menikahkan kedua anaknya yaitu Isanto dan Setianto. Namun, ujian kembali menghampiri Yati, putera ketiganya Heri Rusdianto, yang saat itu berusia 26 tahun meninggal dunia akibat infeksi saluran pernapasan. Saat itu Yati mengaku habis-habisan membiayai pengobatannya. Hal itu karena Heri harus dioperasi, hingga rumah di Semarang dijual demi mengobati putranya. Menjual rumah pun masih kurang untuk membiaya operasi dan perawatannya hingga akhirnya Yati pun berhutang.
"Saat itu anak ketiga saya meninggal dunia karena infeksi saluran pernapasan, itu pun sudah dioperasi, banyak biaya yang saya habiskan untuk mengobatinya. Saat itu saya sangat berharap dia sembuh karena saya sangat menyayangi anak-anak tapi Allah berkehendak lain," kenangnya sambil menangis.
Kini Yati masih harus menghidupi tiga orang anaknya yakni Multiyanto (22) anak kelimanya, Didi Hariyanto (18) anak keenam yang saat ini duduk di bangku SMA kelas XI dan si bungsu, Agus Sugiarto (13) yang duduk di kelas 2 SMP. Namun saat ini Multiyanto sudah bekerja dan bisa membantunya membiayai kehidupan adiknya, walau masih tinggal satu rumah dengannya.
"Saya masih akan tetap berjualan karena masih membiayai dua anak saya yang masih SMP dan SMA. Saya tidak ingin merepotkan anak-anak saya yang sudah menikah dan bekerja. Meski terkadang mereka kerap membantu keuangan keluarga," cetusnya.
Sekarang kehidupan Yati dan keluarga sudah sedikit membaik, meski masih tinggal di rumah kontrakan. Baru-baru ini musibah baru saja menimpanya. Yati yang memutuskan membeli sebuah sepeda motor dengan cara kredit, dengan tujuan membantu mengambil dan mengirim koran lebih cepat justru dirampas orang ketika anaknya yang ke enam, Didik tengah mengantar koran.
"Ya sebenarnya saya masih kepikiran, soalnya baru-baru ini baru saja kehilangan motor yang dibawa oleh anak saya saat itu. Dia padahal mau mengantar koran namun naas sekali, dia dirampok ditengah jalan. Saya hanya bisa berkata sabar karena semua yang sudah hilang mustahil kembali," tuturnya dengan lirih.
Namun Yati bersyukur peristiwa perampasan motor tersebut tidak sampai merenggut nyawa anankya. Bagi ibu bercucu satu ini, keselamatan anaknya menjadi sesuatu yang sangat berharga.
"Kini saya sudah cukup bahagia meski kini kehidupan saya masih sangat minim. Sehari saja keuntungan berjualan koran dan menjaga lahan parkir hanya Rp50 ribu. Tapi melihat anak-anak sehat dan hidup bahagian, sudah cukup buat saya. Pengennya semua anak laki-laki saya bisa sukses bekerja dan mapan sehingga bisa membanggakan saya, itu sudah cukup berarti untuk saya," akunya penuh kasih sayang.
Yati mengatakan sosok ibu dimana pun pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak dan suaminya. Hal itu dilakukan demi keluarganya baghagia.
"Satu hal yang ingin saya sampaikan kepada anak-anak saya dan semua anak di Indonesia, seorang ibu pasti akan melakukan apapun untuk membantu suami dan membuat anaknya bisa sekolah, serta bahagia," ucapnya dengan bangga. (sus)
(ahm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar