Label

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jumat, 01 Maret 2013

INSPIRASI KEJUJURAN : Pengemis Jujur Dapat Hadiah Sumbangan Rp1,1 Miliar



Dia mengembalikan cincin berlian seorang wanita.

Minggu, 24 Februari 2013, 07:07 Denny Armandhanu
Billy Ray Harris, pengemis jujur di Amerika Serikat
Billy Ray Harris, pengemis jujur di Amerika Serikat (giveforward.com)

VIVAnews - Seorang pengemis yang jujur di Amerika Serikat mengembalikan sebuah cincin berlian milik seorang wanita di jalanan negara bagian Missouri. Akibat kejujurannya ini, dia mendapatkan balasan yang luar biasa besarnya dari orang-orang di seluruh dunia.

Diberitakan CNN, Sabtu 23 Februari 2013, peristiwa ini terjadi saat Sarah Darling dari Kansas City melepaskan cincin berliannya karena iritasi. Cincin berlian itu kemudian dimasukkannya ke dalam dompetnya.

Saat itu, ada seorang pengemis, Billy Ray Harris. Darling yang memberikannya uang koin kepada Harris. Namun, cincin berliannya yang berharga itu ikut jatuh ke dalam gelas kertas yang dipegang Harris.

Darling baru menyadarinya keesokan harinya. Panik luar biasa, dia membongkar seluruh isi tasnya. "Sangat buruk, nilainya jauh lebih bernilai ketimbang harganya," kata dia.

Dia teringat Harris dan kembali mencari lelaki tua itu di tempatnya kemarin bertemu. Harris sudah tidak ada, Darling semakin panik. Keesokan harinya, dia kembali lagi dan menemukan Harris duduk di tempat sebelumnya.

"Saya tanya kepada dia 'apakah Anda ingat saya, saya tidak sengaja memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi saya,' dan dia berkata 'apakah itu cincin? Ya, saya sengaja menyimpannya jika kau kembali lagi'," kenang Darling.

Harris bisa saja menjual cincin tersebut dan menggunakannya untuk makan atau membeli keperluannya sehari-hari. Namun, lelaki tunawisma ini tetap menyimpannya selama dua hari untuk dikembalikan pada pemiliknya.

Sumbangan Online
Tindakan Harris ini menyentuh Darling dan suaminya. Keduanya lantas menggagas bantuan online untuk Harris di situs giveforward.com. Cerita Darling ini membuat ribuan orang dari seluruh dunia ikut menyumbang.

"Di kehidupan ini, semua pasti ada balasannya. Billy, kebaikanmu yang manis, walaupun kau sendiri kesusahan, membuktikan masih ada kemanusiaan di dunia ini. Kau adalah contoh terbaik," kata seorang penyumbang Chris dan Mel dari Inggris yang memberikan US$20 atau setara Rp194.000.

"Saya dari Singapura dan saya bersyukur atas kejujuran Anda," tulis penyumbang lainnya dari Singapura, Wong Zen-na, yang memberikan US$10 (Rp97.000).

Sumbangan ini akan terbuka selama 90 hari. Saat berita ini diturunkan, sudah delapan hari sumbangan dibuka, 4.753 orang yang menyumbang dengan total senilai US$120.383 setara Rp1,173 miliar.

Mendengar perihal sumbangan ini, Harris mengaku terkejut. Dia merasa tindakannya tidak luar biasa dan seharusnya memang dia lakukan.

"Saya kaget mendengarnya, saya menyukainya, tapi saya kira saya tidak pantas mendapatkannya. Apa yang saya rasakan adalah, 'seperti apa dunia ini jika seseorang mengembalikan sesuatu yang bukan miliknya dan ini yang terjadi?'," kata Harris. (art)http://dunia.news.viva.co.id/news/read/392789-pengemis-jujur-dapat-hadiah-sumbangan-rp1-1-miliar
 

INSPIRASI : Wahyudin 'Mas Ganteng', Jadi Pemulung Sejak SD untuk Bayar Sekolah Hingga S1

 SUMBER : Edward Febriyatri Kusuma - detikNews Jumat, 01/03/2013 15:21 WIB 

Jakarta - Siapa sangka, sosok Wahyudin (21) yang tinggi besar ini adalah pemulung. Wahyu, yang suka dipanggil 'Mas Ganteng' ini memulung sampah sejak SD. Hasil dari memulung itu dia gunakan untuk sekolah dari SD hingga mencecap bangku kuliah. Gelar sarjana tinggal direngkuh Wahyu di depan mata.

detikcom menyambangi Wahyu di kediaman orang tuanya di Kampung Kalimanggis, Gang Lame, Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/3/2013). Dia bercerita tentang kisah hidupnya.

"Awalnya ketika saya kelas 4 SD, saya mulai merasa tidak mungkin bisa sekolah sampai SMP," ujar Wahyudin.

Wahyu, terlahir dari ayah berputra 5 yang berpoligami, Mija (60) dengan Fatmawati (38), yang menjadi istri kedua, pada 12 Desember 1991 di Bekasi. Wahyu adalah sulung dari 3 bersaudara. Ayah dan ibu Wahyu adalah petani yang menggarap lahan kosong milik orang lain. Dengan kondisi itu, orang tuanya sibuk memenuhi kebutuhan perut Wahyu dan saudara-saudaranya. Sekolah pun tidak menjadi prioritas.

Saat kelas 4 SD itu Wahyu mulai khawatir tidak bisa sekolah. Ketika itu ia pun mulai menabung uang jajannya agar bisa sekolah.

"Saat itu saya berpikir kalau tidak sekolah bisa seperti kakak saya. Saya cuma bisa memendam di dalam hati karena tidak berani cerita ke orang tua saya yang galak," kenangnya.

Kehidupan Wahyu kecil tentu tidak seperti anak-anak SD lainya yang hanya tinggal belajar, tidak memikirkan masalah uang bulanan sekolah. Sampai suatu ketika ia bermain ke rumah tetangganya yang berprofesi sebagai pemulung di kampungnya.

Tetangga kampung yang bernama Ani dan anaknya yang bernama Jery hidup dengan cara memulung. Karena keinginannya yang kuat buat membiayai sekolah, maka Wahyu menyatakan ingin ikut menjadi pemulung pada tetangganya itu.

"Biar dapat duit supaya bisa sekolah. Dulu saya tidak tahu itu mulung, saya tahunya ngumpul sampah jadi duit," jelas Wahyu.

Sejak itu, 10 tahun yang lalu, Wahyu memulung mulai dari jam 1 malam hingga pagi waktunya sekolah. Kemudian memulung itu dilanjut lagi dari jam 22.00 hingga pukul 02.00 dini hari.

Rupiah demi rupiah ia kumpulkan hingga akhirnya menghasilkan uang. Sebagian dari uang tersebut digunakannya untuk membeli beberapa ekor anak ayam.

"Anak ayam itu saya ternakkan, kemudian ditabung. Terkumpul sekitar satu jutaan rupiah buat saya masuk sekolah SMPN 28 Bekasi," katanya.

Ketika SMP dia masih terus memulung untuk uang jajan sampai bayar SPP sekolah. Nenek Wahyu memberinya sepasang anak kambing untuk diternakkan. Hasilnya dia gunakan untuk uang masuk sekolah ke SMA 7 Bekasi. Selain menjadi pemulung dan menjual hasil ternak, Wahyu juga berjualan gorengan.

Sindiran dan cibiran diterima Wahyu dari teman-temannya ketika mengetahui profesinya yang identik dengan sampah dan kotor. Pemuda ini mengaku sempat kesal dan malu, namun disimpannya rasa itu dalam hati.

Dia makin giat menjadi pemulung saat masa libur sekolah karena kekhawatiran tidak bisa melanjutkan kuliah. Dari hasil memulung ini, Wahyu mendapatkan penghasilan Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari untuk biaya sehari-hari hingga bisa menyisakan Rp 300 ribu-Rp 500 ribu per bulan.

Hingga kini, Wahyu masih terus memulung untuk meneruskan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka). Beruntung, dia mendapatkan beasiswa dari kampus dan Disdik DKI sehingga meringankan biaya kuliahnya.

Kini Wahyu sudah sidang skripsi yang berjudul "Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi'. Rencananya ia akan diwisuda pada bulan Desember 2013.

"Aku berencana melanjutkan studiku ke S2. Bukan hal yang mudah memang. Itu perjuangan besar," kata Wahyu yang akan terus memulung hingga kelar S2 dan ingin menjadi pengusaha di bidang peternakan ini.

Kiprah Wahyu menjadi pemulung dikenal di perumahan Taman Laguna Bekasi. Wahyu menjadi satu-satunya pemulung yang diizinkan memulung di kompleks perumahan itu karena semua warga sudah mengenalnya sejak kecil. Hal ini dibenarkan oleh Satpam Taman Laguna Bekasi, Saimin.

"Oh si Wahyu.. iya dia memang sering mulung sampah di sini tapi itu jarang-jarang. Di sini cuma dia doang yang boleh mulung sampah. Soalnya dia sudah dikenal dari kecil sebagai pemulung. Udah gitu orangnya gimana ya, masih lugu dan polos gitu," kata Saimin yang dikonfirmasi detikcom.

(nwk/nrl)

Jakarta - "Dan bila kamu menginginkan sesuatu, semua unsur semesta akan berkonspirasi membantumu untuk mewujudkannya," demikian kutipan novel The Alchemist karya sastrawan Paoelo Coelho. Hal ini juga dipercaya Wahyudin 'Mas Ganteng', pemulung muda yang saat itu bingung mencari biaya kuliah.

Wahyu menceritakan ketika tiba waktu ia lulus SMA, ada ketakutan bahwa dirinya tak bisa kuliah. Maklum, orang tuanya hanya petani penggarap lahan orang yang harus menghidupi 8 perut anak-anaknya. Apa yang lantas dilakukannya?

"Tahu begitu saya langsung tulis proposal. Di situ saya merencanakan, kalau saya mau kuliah saya harus memulung 3 tahun lagi, baru saya bisa kuliah," kisah Wahyu saat ditemui detikcom di rumah orang tuanya, Kampung Kalimanggis, Gang Lame, Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/3/2013).

Rencana masa depannya untuk kuliah ia tuangkan dalam bentuk tulisan dan gambar. Kemudian tulisan dan gambar itu dipajang di kamarnya. Dia memperhitungkan untuk mendapat biaya masuk kuliah harus mengeluarkan uang Rp 7 juta. Sementara tabungan yang ia miliki hanya Rp 2 juta.

"Artinya saya harus kumpulkan 3 truk sampah. Di situ saya gambar dan saya tulis, saya tujukan kepada Allah. Saya yakin kalau proposal saya dikabulkan oleh Allah pasti saya bisa kuliah," imbuhnya.

Wahyu pun berikhtiar hingga akhirnya, tak sampai 3 tahun, dia bisa berkuliah tahun itu juga. Ada beberapa orang yang bersimpati kepada Wahyu sampai akhirnya bersedia membantu biaya kuliahnya.

"Pas itu ada beberapa tetangga saya yang dermawan, mereka membantu saya untuk bisa kuliah. Karena kaget saya diberi bantuan saya langsung teriak-teriak ke ibu saya, 'Emak, Wahyu bisa kuliah'," ujar Wahyu.

Sampai akhirnya ketika kuliah dia masih terus melanjutkan profesi memulung. Dia memilih kuliah di Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (Uhamka) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Saya udah nggak kepikiran kampus mana, karena tahun ajaran kuliah sudah mau ditutup. Jadi saya pilih di Uhamka jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi karena sudah gelombang terakhir juga," paparnya.

Hasil memulung antara Rp 30 ribu-Rp 50 ribu per hari, plus menjual gorengan cukup membantu Wahyu untuk kuliah. Ditambah, dia mendapatkan beasiswa dari kampusnya dan Disdik DKI. Ada pula kerabat yang bersimpati dan membantu biaya kuliahnya. Tak hanya biaya kuliah, Wahyu terkadang juga dikasih barang-barang seperti gadget hingga jam tangan. Tak heran, penampilan Wahyu tampak necis.

Terkadang Wahyu juga menyisihkan uangnya membantu menopang hidup keluarga. Kini, Wahyu sudah berhasil melalui sidang skripsi yang berjudul "Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi'. Rencananya ia akan diwisuda pada bulan Desember 2013.